Cerita sedih ini menceritakan bagaimana
susahnya pengorbanan seorang ibu yang
membesarkan anaknya serta harus menanggung
derita agar anaknya bisa bahagia dengan
mengorbankan matanya kepada anak semata
wayangnya. Namun sungguh tak disangka,
anaknya pun malu melihat ibunya buta tanpa
mengetahui sebabnya.
Bagaimana kelanjutan cerita sedih tentang
seorang ibu buta dan anaknya ini? Yuk simak
cerita ini dan semoga menjadi bahan renungan
dan pelajaran bagi kita semua untuk selalu
menyayangi ibunda tercinta
Saat aku beranjak dewasa, aku mulai
mengenal sedikit kehidupan yang
menyenangkan, merasakan kebahagiaan
memiliki wajah yang tampan, kebahagiaan
memiliki banyak pengagum di sekolah,
kebahagiaan karena kepintaranku yang
dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi
satu yang harus aku tutupi, aku malu
mempunyai seorang ibu yang BUTA!
Matanya tidak ada satu. Aku sangat malu,
benar-benar
Aku sangat menginginkan kesempurnaan
terletak padaku, tak ada satupun yang cacat
dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat
itu ayah yang menjadi tulang punggung kami
sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang
Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata
wayang yang seharusnya menjadi tulang
punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak
kuhiraukan. Aku hanya mementingkan
kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu
bekerja membuat makanan untuk para
karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.
Pada suatu saat ibu datang ke sekolah untuk
menjenguk keadaanku. Karena sudah
beberapa hari aku tak pulang ke rumah dan
tidak tidur di rumah. Karena rumah kumuh
itu membuatku muak, membuatku
kesempurnaan yang kumiliki manjadi cacat.
Akan kuperoleh apapun untuk menggapai
sebuah kesempurnaan itu.
Tepat di saat istirahat, Kulihat sosok wanita
tua di pintu sekolah. Bajunya pun bersahaja
rapih dan sopan. Itulah ibu ku yang
mempunyai mata satu. Dan yang selalu
membuat aku malu dan yang lebih
memalukan lagi Ibu memanggilku. “Mau
ngapain ibu ke sini? Ibu datang hanya untuk
mempermalukan aku!” Bentakkan dariku
membuat diri ibuku segera bergegas pergi.
Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu
pun
bergegas keluar dari sekolahku. Karena
kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat
malu. Sampai beberapa temanku berkata dan
menanyakan. “Hai, itu ibumu ya???, Ibumu
matanya satu ya?” yang menjadikanku bagai
disambar petir mendapat pertanyaan seperti
itu.
Beberapa bulan kemudian aku lulus sekolah
dan mendapat beasiswa di sebuah sekolah di
luar negeri. Aku mendapatkan beasiswa yang
ku incar dan kukejar agar aku bisa segera
meninggalkan rumah kumuhku dan terutama
meninggalkan ibuku yang membuatku malu.
Ternyata aku berhasil mendapatkannya.
Dengan bangga kubusungkan dada dan aku
berangkat pergi tanpa memberi tahu Ibu
karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk
diriku sendiri. Persetan dengan Ibuku.
Seorang yang selalu mnghalangi
kemajuanku.
Di Selolah itu, aku menjadi mahasiswa
terpopuler karena kepintaran dan
ketampananku. Aku telah sukses dan
kemudian aku menikah dengan seorang gadis
Indonesia dan menetap di Singapura.
Singkat cerita aku menjadi seorang yang
sukses, sangat sukses. Tempat tinggalku
sangat mewah, aku mempunyai seorang
anak laki-laki berusia tiga tahun dan aku
sangat menyayanginya. Bahkan aku rela
mempertaruhkan nyawaku untuk putraku itu.
10 tahun aku menetap di Singapura, belajar
dan membina rumah tangga dengan
harmonis dan sama sekali aku tak pernah
memikirkan nasib ibuku. Sedikit pun aku tak
rindu padanya, aku tak mencemaskannya.
Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku
sekarang.
Tapi pada suatu hari kehidupanku yang
sempurna tersebut terusik, saat putraku
sedang asyik bermain di depan pintu. Tiba-
tiba datang seorang wanita tua renta dan
sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat
dia adalah Ibuku, Ibuku datang ke Singapura.
Entah untuk apa dan dari mana dia
memperoleh ongkosnya. Dia datang
menemuiku.
Seketika saja Ibuku ku usir. Dengan enteng
aku mengatakan: “HEY, PERGILAH KAU
PENGEMIS. KAU MEMBUAT ANAKKU TAKUT!”
Dan tanpa membalas perkataan kasarku, Ibu
lalu tersenyum, “MAAF, SAYA SALAH
ALAMAT”
Tanpa merasa besalah, aku masuk ke dalam
rumah.
Beberapa bulan kemudian datanglah sepucuk
surat undangan reuni dari sekolah SMA ku.
Aku pun datang untuk menghadirinya dan
beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas
ke luar negeri.
Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku.
Tak lama hanya ingin menghadiri pesta reuni
dan sedikit menyombongkan diri yang sudah
sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh
teman-temanku kagum pada diriku yang
sekarang ini.
Selesai Reuni entah megapa aku ingin melihat
keadaan rumahku sebelum pulang ke
Sigapore. Tak tau perasaan apa yang
membuatku melangkah untuk melihat rumah
kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di
depan rumah itu, tak ada perasaan sedih atau
bersalah padaku, bahkan aku sendiri
sebenarnya jijik melihatnya. Dengan rasa
tidak berdosa, aku memasuki rumah itu tanpa
mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat
rumah ini begitu berantakan. Aku tak
menemukan sosok wanita tua di dalam
rumah itu, entahlah dia ke mana, tapi justru
aku merasa lega tak bertemu dengannya.
Bergegas aku keluar dan bertemu dengan
salah satu tetangga rumahku. “Akhirnya kau
datang juga. Ibu mu telah meninggal dunia
seminggu yang lalu”
“OH…”
Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari
mulutku. Sedikit pun tak ada rasa sedih di
hatiku yang kurasakan saat mendengar ibuku
telah meninggal. “Ini, sebelum meninggal,
Ibumu memberikan surat ini untukmu”
Setelah menyerahkan surat ia segera
bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang
sudah kucal itu.
Untuk anakku yang sangat Aku cintai,
Anakku yang kucintai aku tahu kau
sangat membenciku. Tapi Ibu senang
sekali waktu mendengar kabar bahwa
akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu
sekali lagi. karena aku yakin kau akan
datang ke acara Reuni tersebut.
Sejujurnya ibu sangat merindukanmu,
teramat dalam sehingga setiap malam
Aku hanya bisa menangis sambil
memandangi fotomu satu-satunya yang
ibu punya.Ibu tak pernah lupa untuk
mendoakan kebahagiaanmu, agar kau
bisa sukses dan melihat dunia luas.
Asal kau tau saja anakku tersayang,
sejujurnya mata yang kau pakai untuk
melihat dunia luas itu salah satunya
adalah mataku yang selalu membuatmu
malu.
Mataku yang kuberikan padamu waktu
kau kecil. Waktu itu kau dan Ayah mu
mengalami kecelakaan yang hebat,
tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan
mata kananmu mengalami kebutaan.
Aku tak tega anak tersayangku ini hidup
dan tumbuh dengan mata yang cacat
maka aku berikan satu mataku ini
untukmu.
Sekarang aku bangga padamu karena
kau bisa meraih apa yang kau inginkan
dan cita-citakan.
Dan akupun sangat bahagia bisa melihat
dunia luas dengan mataku yang aku
berikan untukmu.
Saat aku menulis surat ini, aku masih
berharap bisa melihatmu untuk yang
terakhir kalinya, Tapi aku rasa itu tidak
mungkin, karena aku yakin maut sudah di
depan mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta
Bak petir di siang bolong yang menghantam
seluruh saraf-sarafku, Aku terdiam! Baru
kusadari bahwa yang membuatku malu
sebenarnya bukan ibuku, tetapi diriku
sendiri....
Ya Allah Jadikanlah kami orang-orang bisa
membahagiakan orang tua dan bisa
membuatnya bahagia bukan tersiksa. Aamiin.....
susahnya pengorbanan seorang ibu yang
membesarkan anaknya serta harus menanggung
derita agar anaknya bisa bahagia dengan
mengorbankan matanya kepada anak semata
wayangnya. Namun sungguh tak disangka,
anaknya pun malu melihat ibunya buta tanpa
mengetahui sebabnya.
Bagaimana kelanjutan cerita sedih tentang
seorang ibu buta dan anaknya ini? Yuk simak
cerita ini dan semoga menjadi bahan renungan
dan pelajaran bagi kita semua untuk selalu
menyayangi ibunda tercinta
Saat aku beranjak dewasa, aku mulai
mengenal sedikit kehidupan yang
menyenangkan, merasakan kebahagiaan
memiliki wajah yang tampan, kebahagiaan
memiliki banyak pengagum di sekolah,
kebahagiaan karena kepintaranku yang
dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi
satu yang harus aku tutupi, aku malu
mempunyai seorang ibu yang BUTA!
Matanya tidak ada satu. Aku sangat malu,
benar-benar
Aku sangat menginginkan kesempurnaan
terletak padaku, tak ada satupun yang cacat
dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat
itu ayah yang menjadi tulang punggung kami
sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang
Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata
wayang yang seharusnya menjadi tulang
punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak
kuhiraukan. Aku hanya mementingkan
kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu
bekerja membuat makanan untuk para
karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.
Pada suatu saat ibu datang ke sekolah untuk
menjenguk keadaanku. Karena sudah
beberapa hari aku tak pulang ke rumah dan
tidak tidur di rumah. Karena rumah kumuh
itu membuatku muak, membuatku
kesempurnaan yang kumiliki manjadi cacat.
Akan kuperoleh apapun untuk menggapai
sebuah kesempurnaan itu.
Tepat di saat istirahat, Kulihat sosok wanita
tua di pintu sekolah. Bajunya pun bersahaja
rapih dan sopan. Itulah ibu ku yang
mempunyai mata satu. Dan yang selalu
membuat aku malu dan yang lebih
memalukan lagi Ibu memanggilku. “Mau
ngapain ibu ke sini? Ibu datang hanya untuk
mempermalukan aku!” Bentakkan dariku
membuat diri ibuku segera bergegas pergi.
Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu
pun
bergegas keluar dari sekolahku. Karena
kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat
malu. Sampai beberapa temanku berkata dan
menanyakan. “Hai, itu ibumu ya???, Ibumu
matanya satu ya?” yang menjadikanku bagai
disambar petir mendapat pertanyaan seperti
itu.
Beberapa bulan kemudian aku lulus sekolah
dan mendapat beasiswa di sebuah sekolah di
luar negeri. Aku mendapatkan beasiswa yang
ku incar dan kukejar agar aku bisa segera
meninggalkan rumah kumuhku dan terutama
meninggalkan ibuku yang membuatku malu.
Ternyata aku berhasil mendapatkannya.
Dengan bangga kubusungkan dada dan aku
berangkat pergi tanpa memberi tahu Ibu
karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk
diriku sendiri. Persetan dengan Ibuku.
Seorang yang selalu mnghalangi
kemajuanku.
Di Selolah itu, aku menjadi mahasiswa
terpopuler karena kepintaran dan
ketampananku. Aku telah sukses dan
kemudian aku menikah dengan seorang gadis
Indonesia dan menetap di Singapura.
Singkat cerita aku menjadi seorang yang
sukses, sangat sukses. Tempat tinggalku
sangat mewah, aku mempunyai seorang
anak laki-laki berusia tiga tahun dan aku
sangat menyayanginya. Bahkan aku rela
mempertaruhkan nyawaku untuk putraku itu.
10 tahun aku menetap di Singapura, belajar
dan membina rumah tangga dengan
harmonis dan sama sekali aku tak pernah
memikirkan nasib ibuku. Sedikit pun aku tak
rindu padanya, aku tak mencemaskannya.
Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku
sekarang.
Tapi pada suatu hari kehidupanku yang
sempurna tersebut terusik, saat putraku
sedang asyik bermain di depan pintu. Tiba-
tiba datang seorang wanita tua renta dan
sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat
dia adalah Ibuku, Ibuku datang ke Singapura.
Entah untuk apa dan dari mana dia
memperoleh ongkosnya. Dia datang
menemuiku.
Seketika saja Ibuku ku usir. Dengan enteng
aku mengatakan: “HEY, PERGILAH KAU
PENGEMIS. KAU MEMBUAT ANAKKU TAKUT!”
Dan tanpa membalas perkataan kasarku, Ibu
lalu tersenyum, “MAAF, SAYA SALAH
ALAMAT”
Tanpa merasa besalah, aku masuk ke dalam
rumah.
Beberapa bulan kemudian datanglah sepucuk
surat undangan reuni dari sekolah SMA ku.
Aku pun datang untuk menghadirinya dan
beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas
ke luar negeri.
Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku.
Tak lama hanya ingin menghadiri pesta reuni
dan sedikit menyombongkan diri yang sudah
sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh
teman-temanku kagum pada diriku yang
sekarang ini.
Selesai Reuni entah megapa aku ingin melihat
keadaan rumahku sebelum pulang ke
Sigapore. Tak tau perasaan apa yang
membuatku melangkah untuk melihat rumah
kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di
depan rumah itu, tak ada perasaan sedih atau
bersalah padaku, bahkan aku sendiri
sebenarnya jijik melihatnya. Dengan rasa
tidak berdosa, aku memasuki rumah itu tanpa
mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat
rumah ini begitu berantakan. Aku tak
menemukan sosok wanita tua di dalam
rumah itu, entahlah dia ke mana, tapi justru
aku merasa lega tak bertemu dengannya.
Bergegas aku keluar dan bertemu dengan
salah satu tetangga rumahku. “Akhirnya kau
datang juga. Ibu mu telah meninggal dunia
seminggu yang lalu”
“OH…”
Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari
mulutku. Sedikit pun tak ada rasa sedih di
hatiku yang kurasakan saat mendengar ibuku
telah meninggal. “Ini, sebelum meninggal,
Ibumu memberikan surat ini untukmu”
Setelah menyerahkan surat ia segera
bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang
sudah kucal itu.
Untuk anakku yang sangat Aku cintai,
Anakku yang kucintai aku tahu kau
sangat membenciku. Tapi Ibu senang
sekali waktu mendengar kabar bahwa
akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu
sekali lagi. karena aku yakin kau akan
datang ke acara Reuni tersebut.
Sejujurnya ibu sangat merindukanmu,
teramat dalam sehingga setiap malam
Aku hanya bisa menangis sambil
memandangi fotomu satu-satunya yang
ibu punya.Ibu tak pernah lupa untuk
mendoakan kebahagiaanmu, agar kau
bisa sukses dan melihat dunia luas.
Asal kau tau saja anakku tersayang,
sejujurnya mata yang kau pakai untuk
melihat dunia luas itu salah satunya
adalah mataku yang selalu membuatmu
malu.
Mataku yang kuberikan padamu waktu
kau kecil. Waktu itu kau dan Ayah mu
mengalami kecelakaan yang hebat,
tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan
mata kananmu mengalami kebutaan.
Aku tak tega anak tersayangku ini hidup
dan tumbuh dengan mata yang cacat
maka aku berikan satu mataku ini
untukmu.
Sekarang aku bangga padamu karena
kau bisa meraih apa yang kau inginkan
dan cita-citakan.
Dan akupun sangat bahagia bisa melihat
dunia luas dengan mataku yang aku
berikan untukmu.
Saat aku menulis surat ini, aku masih
berharap bisa melihatmu untuk yang
terakhir kalinya, Tapi aku rasa itu tidak
mungkin, karena aku yakin maut sudah di
depan mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta
Bak petir di siang bolong yang menghantam
seluruh saraf-sarafku, Aku terdiam! Baru
kusadari bahwa yang membuatku malu
sebenarnya bukan ibuku, tetapi diriku
sendiri....
Ya Allah Jadikanlah kami orang-orang bisa
membahagiakan orang tua dan bisa
membuatnya bahagia bukan tersiksa. Aamiin.....
Komentar
Posting Komentar